(oleh: Binti Rofiqoh)
Nama lengkap abu yusuf, ya’kub Ibnu Ishak Al-Sabbah. Ibnu Imran, Ibnu Al-Asha’ath, Ibnu Kays, Al-Kindi. Beliau biasa disebut Ya’kub, lahir pada tahun 185 H (801M) di Kufah. Keturunan dari suku Kays, dengan Gelar Abu yusuf (bapak dari anak yang bernama Yusuf) nama orang tuanya Ishaq Ashshabbah, dan ayahnya menjabat Gubernur di Kugah, pada masa pemerintahan al-Mahdi dan Harun Ar-Rasyid dari Bani Abbas.
Nama Al-Kindi adalah merupakan nama yang diambil dari nama sebuah suku, yaitu : Banu Kindah.
Halaman 290
Banu kindah adalah suku keturunan kindah, yang berlokasi di daerah selatan Jazirah Arab dan mereka ini mempunyai kebudayaan yang tinggi.
Beliau hidup pada masa pemerintahan khalifah Harun Al-Rasyid, yang sangat mendukung dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikalangan umat islam. Pada masa pemerintahannya yang menjadi pusat ilmu pengetahuan dan perdagangan adalah Bagdad. Khalifah Harun Al-Rasyid berusha keras membangun “Baitul Hikmah”, yaitu sebuah lembaga sebagai tempat ilmuwan atau sebagai wadah para ilmuwan.
Sebagai oaring yang dilahirkan di kalangan para intelektual, maka pendidikan yang pertama –tama diterima adalah membaca Al-quran, menulis, dan berhitung. Disamping itu ia banyak mempelajari tentang sastra dan agama, juga menerjemahkan beberapa bbuku Yunani di dalam bahasa syiria Kuno, dan bahasa Arab.
Al-kindi mengarang buku-buku yang menganut keterangan Ibnu Al-Nadim buku yang ditulisnya berjumlah 241 dalam filsafat,logika,arithmatika,astronomi, kedoteran, ilmu jiwa,politik,optika,music,matematika dan sebagainya. Dari karangan-karangannya, dapat diketahui bahwa Al-Kindi termasuk penganut aliran Eklektisisme; dalam metafisika dan kosmologi mengambil pendapat aristoteles, dalam psikologi mengambil pendapat plato, dalam hal etika mengambil pendapat Socretes dan plato.
Mengenai filsafat dan agama, al-kindi berusaha mempertemukan antara kedua hal ini; filsafat dan agama.al-kindi :”filsafat adalah ilmu tentang kebenaran atau ilmua yang paling mullia dan paling tinggi martabatnya”; “ agama juga merupakan ilmu mengenai kebenaran” akan tetapi keduannya memiliki perbedaan.
Halaman 291
Pemecahannya atas perbedaan agama dan filsafat yaitu mengenai terdapatnya pertentangan dalam lahirnya antara hasil-hasil pemikiran filsafat dengan ayat-ayat al-Quran, ialah bahwa bahasa Arab bisa mengandung arti:
- Yang sebenarnya (hakiki)
- Kiasan, bukan yang sebenarnya (majasi)
Arti majasi ini harus dilakukan dengan penafsiran (ta’wil) dengan syarat harus dilakukan oleh ahli agama dan ahli piker. Apabila ada perbedaan antara filsafat dan agama, ilmu nabi-nabi maka itu merupakan perkembangan dalam:
- Cara
- Sumber
- Cirri-ciri
Karena agama itu diterima oleh orang-orang yang jiwanya sudah dibersihkan oleh tuhan dan disiapkan-Nya untuk menerima pengetahuan/ilmu dengan cara yang diluar akal pikiran manusia dan diluar hokum alam.
Definisi filsafat yaitu: pengetahhuan tentang segala sesuatu yang abadi dan bersifat menyeluruh dan umum, esensinya dan causa-causanya. Dengan dasar definisi ini beliau menambahkan nilai keutamaan. Filusuf adalah orang yang berupaya memperoleh kebenaran dan hidup mengamalkan kebenaran yang diperolehnya, yaitu orang yang hidup menjunjung tinggi nilai keadilan atau hidup adil.
Unsur-unsur pemikiran yang mempengaruhi filsafatnya:
- Aliran Phytagoras tentang matematika sebagai jalan kearah flsafat
- Aristoteles dalam fisika-fisikanya dan metafisika dan berbeda pendapat mengenai qadimnya alam/kekalnya alam
- Plato dan aristoteles dalam etikanya
Halaman 292
- Plato dan kejiwaanya
- Wahyu Iman (ajaran – ajaran agama) dalam hubungannya dengan Tuhan dan sifat-sifatNya.
- Mu’tazilah dalam menekankan rasio dan menafsirkan ayat-ayat Alquran.
Menurut Al-Kindi :”bahwa ala mini adalah illat-Nya (sebab) yang jauh, yang menjadikan, yaitu Allah mengaturnya dan menciptakan sebagiannya sebagi illat untuk yang lainny”,” Alam itu tidak mempunyai asal, kemudian menjadi ada karena diciptakan Tuhan”. Didalam ala mini terdapat bermacam-macam gerak; gerak kejadian dan 4 illat;yaiu illat materi atau illat unsure (illat Maddiyah); illat bentuk (illat shuriyah;illat pencipta) illat failah; dan illat tujuan (illat ghaiyah). Keempat illat tersebut disebut pula : material cause untuk illat yang pertama formal cause untuk illat kedua, moving cause untuk illat ketiga;dan final cause untuk illat keempat.
Mengenai barunya alam; dalilnya berpangkal pada arti gerak dan waktu (zaman). Gerak dan waktu tidak mempunyai wujud yang berdiri sendiri,” gerak terdapat pada sesuatu yang mempunyai zaman, berarti gerak itu ada apabila ada benda, karena mustahil ada benda yang semula diam kemudian bergerak, sebab benda ala mini adakalanya baru atau qadim, jika baru maka wujudnya dari tiada adalah kejadian, sedangkan kejadian adalah satu macam gerak. Jadi barunya alam itu adalah gerak, jika benda itu qodim dan diam yang mungkin dapat bergerak, kemudian bergerak sesudah itu, jadi berarti bahwa sesuatu yang azali itu mengalami perubahan, akan tetapi yang qadim itu tidak mungkin mengalami perubahan”.
Mengenai hakikat tuhan, Al-Kindi menegaskan: Tuhan adalah wujud yang hak (benar), yang bukan asalnya tidak ada menjadi ada,ia selalu mustahil tiada ada, ia selalu ada
Halaman 293
dan akan selalu ada. Jadi tuhan adalah wujud sempurnayang tidak didahului oleh wujud lain tidak berakhir wujudNya dan tidak wujud kecuali dengan Nya”.
Untuk melihat bukti- bukti wujud Tuhan, maka Al-Kindi denan menggunakan tiga jalan yaitu pertama:
- Barunya alam, alam ini baru dan ada permulaan waktunya,karena ala mini terbatas, oleh karena itu yang menyebabkan ala mini tercipta, dan tidakmungkin ada sesuatu benda yang ada dengan sendirinya. Maka ia diciptakan oleh penciptanya dari tiada. Kedua, - keanekaragaman dalam wujud (katsrah fil mawjudat), keanekaragaman di sini adalah ada yang menyebabkan, atau ada sebab. Sebab itu bukanlah alam itu sendiri tetapi sebab yang ada berada di luar alam lebih mulia, lebih tinggi dan lebih dahulu adanya karena ebab harus ada sebelum akibat (ma’ lul:effect). Ketiga; - kerapian alam, bahwa alam lahir tiadak mungkin rapid an teratur kecuali adanya zat yang tidak Nampak, yang zat tidak Nampak itu hanya dapat diketahui dengan melalui bekas-bekas-Nya(illat tujuan/illat ghaiyyah).
- Keesaan, suatu sifat yang paling khas bagi-Nya
- Yang Maha Tahu
- Yang Maha Berkuasa
- Yang Maha Hidup, dan seterusnya
Untuk membuktikan keesaan Tuhan, Al-Kindi berpendapat :” ia bukan benda (hujula, maddah); bukan form (surah); tidak mempunyai kuantitas, tidak mempunyai kualitas, tidak berhubungan dengan yang lain (idlafah) misalnya sebagai ayah atau anak;tidak bisa disifati dengan apa yang ada dalam fikiran;bukan genus;bukan diffrentia (fasl); bukan proprium (khassah), bukan accident (‘aradl);tidak bertubuh; tidak bergerak. Karenanya, maka Tuhan
Halaman 294
adalah keesaan belaka, tidak ada lain kecuali keesaan Tuhan itu bersifat azali, yaitu zat yang sama sekali tidak dapat dikatakan pernah tidak ada, melainkan zat yang ada dan wujudnya tidak tergantung pada lain-Nya. Zat azali tidak pernah rusak dan musnah. Ia tidak bergerak, tidak berlaku pada-Nya zaman (waktu), karena zaman (waktu) adalah bilangan gerak. Akan tetapi zat azali itu mempunyai pekerjaan yang khusus yang disebut “ibda” menjadikan sesuatu dari tiada, tanpa mengandung pengertian bahwa ia mempunyai perasaan atau menerima pengaruh (infi’ al atau ta-atstsur). Dengan demikian berarti tuhan adalah sebab pertama atau causa prima.
Halaman 295
Sumber :oleh Drs. Sudarso, S.H., M.Si. 2001.Ilmu Filsafat-suatu Pengantar.PT Rineka Cipta:Jakarta
Karya – karya AL-Kindi
Karya ilmiah Al-Kindi kebanyakan hanya berupa makalah – makalah, tetapi jumlahnya amat banyak, ibnu Nadim, dalam kitabnya Al-Fahrits, menyebutkan lebih dari 230 buah[1]. George N. Atiyeh menyebutkan judul – judul makalah dan kitab – kitab karangan Al-Kindi sbanyak 270 buah[2]. Dalam bidang filsafat, karangan Al-Kindi pernah diterbitkan oleh prof. Abu Ridah (1950) dengan judul Rasail Al-Kindi Al-Falsafah (makalah-makalah falsafah Al-Kindi), yang berisi 29 makalah. Prof. Ahmad Fuad Al-Ahwani pernah menerbitkan makalah Al-Kindi tetang filsafat pertamanya dengan judul kitab Al – Kindi Ila Al-Mu’tashim Billah fi-Al-Falsafah Al-Ula (surat AL-Kindi kepada Mu’tashim Billah tentang filsafat pertama)
Karangan – karangan Al-Kindi mengenai filsafat menunjukkan ketelitian dan kecermatannya dalam terminologi ilmu filsafat. Masalah – masalah filsafat yang ia bahas mencakup epistemologi, metafisika, etika, dan sebagainya. Sebagaimana halnya para penganut aliran phytagoras, Al-kindi juga mengatakan bahwa dengan matematika orang tidak bisa berfilsafat dengan baik.
Dari karangan – karangannya dapat diketahui bahwa Al-Kindi adalh penganut aliran eklektisisme[3]; dalam metafisika dan kosmologi ia mengambil pendapat-pendapat aristoteles; dalam psikologi ia mengambil pendapat plato; dalam bidang etika ia mengambil pendapat
Halaman 101
Socrates dan plato. Meskipun demikian, kepribadian Al-kindi sebagai filosof Muslim tetap bertahan.
Sebagai seorang filosuf yang mempelopori mempertemukan agama dan filsafat yunani, al-Kindi banyak menghadapi tantangan para ahli agama. Ia dituduh meremehkan dan membodoh-bodohkan ulama yang tidak mengetahui filsafat yunani. Usaha menjauhkan Al-Kindi dari kholifah Mu’tashim dengan berbagai macam dalih sering dilakukan oleh orang – orang yang tidak senang kepadanya.fitnah – fitnah yang ditujukan kepadanya semakin deras dan keras, terutama sekali ketika pemerintahan dikendalikan oleh Mutawakkil. Akhirnya Al-Kindi menyingkir dari kemelut yang sudah berdimensi politis ini, hingga pada masa pemerintahan Al-Musta’im Billah yang menjadi korban fitnah dan wafat pada tahun 252 H (866 M) ia meninggal di bahdad dalam tahun yang sama.
Sebagai seorang pelopor yang dengan sadar berusaha mempertemukan agama dengan filsafat Yunani, AL-Kindi mengatakan bahwa filsafat adalah semulia – mulianya ilmu dan yang tertinggi martabatnya, dan filsafat menjadi kewajiban setiap ahli pikir (ulul albab) untuk memiliki filsafat itu. Pernyataan ini terutama tertuju kepada ahli-ahli agama yang mengingkari filsafat dengan dalih sebagai ilmu syirik, jalan menuju kekafiran dan keluar dari agama. AL-Kindi sendiri sebagai filosof Muslim tidak kehilangan kepribadiannya berhadapan dengan pendapat filosof yang dianutnya. Misalnya dalam membicarakan masalah kejadian alam, Al-Kindi tidak sependapat dengan aristoteles yang mengatakan bahwa alam itu abadi. Ia tetap berpegang pada keyakinannya bahwa alam adalah ciptaan Allah, diciptakan dari tiada dan akan berakhir menjadi tiada pula.
Dengan demikian, bagi Al-Kindi, berfilsafat tidaklah berakibat mengaburkan dan mengorbankan keyakinan agama, seperti yang sering dituduhkan oarang kepadanya. Filsafat sejalan dan dapat mengabdi kepada agama[4].
Definisi Filsafat AL-Kindi
Al-kindi menyajikan banyak definisi filsafat tanpa menyatakan
Halaman102
bahwa definisi mana yang menjadi miliknya. Yang disajikan adlah definisi-definisi dari filsafat terdahulu, itu pun tanpa menegaskan dari siapa diperolehnya. Mungkin dengan menyebut sebagai macam definisi itu dimaksudkan bahwa pengertian yang sebenarnya tercakup dalam semua definisi yang ada, tidak hanya pada salah satunya. Hal ini berarti bagi Al-kindi, bahwa untuk memperoleh pengertian lengkap tentang apa filsafat itu harus memperhatikan semua unsur yang terdapat dalam semua definisi tetang filsafat. Definisi-definisi Al-kindi sebagai berikut:
a) Filsafat terdiri dari gabungan dua kata, philo, sahabat dan sophia, kebijaksanaan. Filsafat adalah cinta kepada kebijaksanaan . definisi ini berdasar atas etimologi Yunani dari kata – kata itu.
b) Filsafat adalah upaya manusia meneladani perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Definisi ini merupakan definisi fungsional, yaitu meninjau filsafat dari segi tingkah laku manusia.
c) Filsafat adalah latihan untuk mati. Yang dimaksud dengan mati adalah berceraianya jiwa dari badan. Atau mematikan hawa nafsu adalah mencapai keutamaan. Oleh karenanya, banyak orang bijak terdahulu yang mengatakan bahwa kenikmatan adalh suatu kejahatan. Definisi ini juga merupakan definisi fungsional, yang bertitik tolak pada segi tingkah laku manusia pula
d) Filsafat adalah pengetahuan dari segala pengetahuan dan kebijaksanaan dari segala kebijaksanaan. Definisi ini bertitik tolak dari segi kakusa.
e) Filsafat adlah pengetahuan manusia tentang dirinya. Definisi ini menitikberatkan pada fungsi filsafat sebagai upaya manusia untuk mengenal dirinya sendiri. Para filosof berpendapat bahwa manusia adlah badan, jiwa dan aksedensial Manusia yang mengetahui dirinya demikian itu berarti mengetahui segala sesuatu. Dari sinilah para filosof menamakan manusia sebagai mikrokosmos.
f) Filsafat adlah pengetahuan tentang segala sesuatu yang abadi dan bersifat menyeluruh (umum), baik esensinya maupun kausa-kausanya. Defnisi ini menitikberatkan dari sudut pandang materinya.
Halaman 103
Dari beberapa definisi yang amat beragam di atas, tampaknya Alkindi menjatuhkan pilihannya pada definisi terakhir dengan menambahkan suatu cita filsafat, yaitu sebagai upaya mengamalkan nilai keutamaan. Menurut Al-kindi, filosof adalah orang yang brupaya memperoleh kebenaran dan hidup mengamalkan kebenaran yang diperolehnya yaitu orang yang hidup menjunjung tinggi nilai keadilan atau hidup adil. Dengan demikian, filsafat yang sebenarnya bukan hanya pengetahuan tentang kebenaran, tetapi disamping itu juga merupakan aktualisasi atau pengamalan dari kebenaran itu. Filosof yang sejati adalah yang mampu memperoleh kebijaksanaan dan mengamalkan kebijaksanaan itu. Hal yang disebut terakhir menunjukkan bahwa konsep AL-kindi tentang filsafat merupakan perpaduan antara konsep Socrates dan aliran Stoa. Tujuan terakhir adalah dalam hubungannya dengan moralita.
Al-kindi menegaskan juga bahwa filsafat ang paling tinggi tingkatannya adalh filsafat yang berupaya mengetahui kebenaran yang pertama, kausa dari semua kebenaran, yaitu filsafat pertama. Filosof yang sempurna dan sejati adalah yang memiliki pengetahuan tetang yang paling utama ini. Pengetahuan tentang kausa (‘illat) lebih utama dari pengetahuan tentang akibat (ma’lul, effect). Orang akan mengetahui tentang realitas secara sempurna jika mengetahui pula yang menjadi kausanya
Epistemologi
Al-kindi menebutkan adanya tiga macam pengetahuan manusia, yaitu: (a) pengetahuan indrawi, (b) pengetahuan yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal yang disebut pengetahuan rasional, dan (c) pengetahuan yang diperoleh langsung dari tuhan yang disebut pengetahuan isyraqi atau iluminatif.
a) Pengetahuan indrawi
Pengetahuan indrawi terjadi secara langsung ketika orang mengamati terhadap obyek – obyek material, kemudian dalamproses tanpa tenggang waktu dan tanpa berupaya berpindah ke imajinasi (musyawwirah), diteruskan ke tempat penampungnya yang disebut hafizhah (recollection). Pengetahuan yang diperoleh dengan jalan ini
Halaman 104
tidak tetap; karena obyek yang diamati pun tidak tetap, selalu dalam keadaan menjadi, berubah setiap saat, bergerak, berlebih-berkurang kuantitasnya, dan berubah-ubah pula kualitasnya
Pengetahuan indrawi ini tidak memberi gambaran tetang hakikat sesuatu realitas. Engetahuan inderawi selalu berwatak dan bersifat parsial (juz’iy). Pengetahuan indrawi amat dekat kepada penginderaannya, tetapi amat jauh dari pemberian gambaran tentang alam pada hakikatnya
b) Pengetahuan Rasional
Pengetahuan tentang sesuatu yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal bersifat universal, tidak parsial, dan bersifat immaterial. Obyek pengetahuan rasional bukan individu; tetapi genus dan spesies.
Al-kindi memperingatkan agar orang tidak menacaukan metoda yang ditempuh untuk memperoleh pengetahuan, karena setiap ilmu mempunyai metodanya sendiri yang sesuai dengan wataknya. Watak ilmulah yang menentukan metodanya. Adalah suatu kesalahan jika kita menggunakan suatu metoda suatuilmu untuk untuk mendekati ilmu lain yang mempunyai metodanya sendiri. Adalah suatu kesalahan jika kita menggunakan metode ilmu alam untuk matematika, atau menggunkan metoda ilmu alam untuk metafisika[5].
c) Pengetahuan Isyraqi
Al- kindi mengatakan bahwa pengetahuan inderawi saja tidak akan sampai pada pengetahuan yang hakiki tetang hakikat – hakiakt. Pengetahuan rasional terbatas pada pengetahuan tentang genus dan spesies. Banyak filosof yang membatasi jalan memperoleh pengetahuan pada dua macam jalan ini. Al-kindi, sebagaimana halnya banyak filosof isyraqi, mengingatkan adanya jalan lain untuk memperoleh pengetahuan lewat jalan isyraqi (iluminasi), yaitu pengetahuan yang langsung diperoleh dari Nur Ilahi. Puncak dari jalan ini ialah yang diperoleh para nabi untuk membawakan ajaran – ajaran yang berasal dari wahyu kepada umat manusia. Para nabi memperoleh pengetahuan yang berasal dari wahyu Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan semata –mata. Tuhan mensucikan jiwa mereka dan diterangkan-Nya pula jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu. Pengetahuan dengan jalan wahyu ini merupakan kekhususan bagi para nabi yang membedakan dengan manusia-manusia lainnya. Akal meyakinkan kebenaran pengetahuan mereka berasal dari Tuhan, karena pengetahuan itu memang ada pada saat manusia biasa tidak mampu mengusahakanya, karena hal itu memang diluar kemampuan manusia. Bagi manusia tidak ada jalan lain kecuali menerima dengan penuh ketaatan dan ketundukan kepada kehendak Tuhan, membenarkan semua yang dibawakan para nabi.
Untuk memberi cntoh perbedaan pengetahuan manusia yang diperoleh dengan jalan upaya dan pengetahuan para nabi yang diperoleh dengan jalan wahyu, Al-kindi mengemukakan pertanyaan orang-orang kafir tetang bagaimana mungkin Tuhan akan membangkitkan kembali manusia dari kuburnya setelah tulang belulangnya hancur menjadi tanah; sebagaimana termaktub dala Al-Quran surah Yasin ayat 78-82. keterangan yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Quran ini amat cepat diberikan oleh nabi muhammad saw, karena berasal dari wahyu Tuhan, dan tidak yakin akan dapat dijawab dengan cepat dan tepat serta jelas oleh filosof.
Halaman 106
Al-kindi memberikan penjelasannya tentang ilmu yang berasal dari Tuhan sebagaimana dicerminkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an tersebut sebagai berikut:
Tidak ada bukti bagi akal yang terang dan bersih yang lebih gamblang dan ringkas daripada yang tertera dalam ayat – ayat Al-Qur’an tersebut, yaitu bahwa tulang belulang yang benar – benar telah terjadi setelah tiada sebelumnya, adalah sangat mungkin apabila telah rusak dan busuk ada kembali. Mengumpulkan barang yang berserak-serak lebih mudah daripada membuatnya dari tiada, meskipun bagi Tuhan tidak ada hal yang dapat dikatakan lebih mudah atau lebih sukar. Kekuatan yang telah menciptakanmungkin menumbuhkan sesuatu yang telah dihancurkannya. Adanya tulang belulang dari tiada adalah hal yang sangat jelas dapat diamati dengan indera , lebih – lebih dipikirkan dengan akal.orang yang bertanya masalah ini, yaitu orang – orang yang kafir kepada kekuasaan Tuhan sebenarnya mengetahui bahwa ada setelah tiada sebelumnya; dengan demikian tulang belulangnya pun ada setelah tiada sebelumnya. Maka mengembalikan dan menghidupkannya kembali adalah hal yang mungkin, dan tiada jalan untuk mengatakan lain daripada itu.
Al-Qur’an menyebutkan bahwa Tuhan telah menjadikan kayu hijau dan dapat dibakar menjadi api; hal ini mengandung ajaran abhwa sesuatu mungkin erjadi dari lawannya. Tuhan menjadikan api dari bukan api dan menjadikan panas dari bukan panas. Jika sesuatu mungkin terjadi dari lawanya, maka akan lebih mungkin lagi sesuatu terjadi dari dirinya sendiri ( maksudnya tulang-belulang yang telah hancur dan busuk itu akan lebih mungkin untuk dikembalikan menjadi utuh kembali).
Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi berkuasa pula menciptakan yang serupa itu, karena ia Tuhan Yang Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.
Halaman 107
Diterangkan oleh Al-kindi bahwa hal itu dapat diyakini kebenarannya secara amat jelas tanpa memerlukan argumentasi apapun. Orang-orang kafir mengingkari penciptaan langita, karena mereka mengira bagaimana langit itu diciptakan, berapa lama waktu yang diperlukan jika di bandingkan dengan pembuatan manusia melakukan suatu pekerjaan. Sangkaan mereka itu tidak benar. Tuhan tidak memerlukan waktu jika menghendaki untuk menciptakan sesuatu. Tuhan berkuasa menciptakan sesuatu berasal dari bukan sesuatu. Tuhn berkuasa menciptakan benda dari bukan benda dan mengadakan sesuatu dari tiada,tidak memerlukan waktu untuk menciptakan sesuatu. Sesuatu ada bersamaan dengan kehendak-Nya.
Al-Kindi mengakhiri penjelasannya tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang dibawakannya sebagaicontoh tersebut diatas, sebagai berikut:
Tak ada manusia yang dengan filsafat manusia sanggup menerangkan sependek huruf-huruf yang tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Rasull-Nya itu, yang menerangkan bahwa tulang belulang akan hidup setelah membusuk dan hancur, bahwa kekuasaan Tuhan menciptakanseperti langit dan bumi, bahwa sesuatu terjadi dari lawanny. Kata-kat manusia tidak sanggup menuturkannya kemampuan manusia tidak sanggup melakukannya; akal manusia yang bersifat parsial tidak terbuka untuk sampai pada jawaban yang demikian itu.
Al-Kindi selanjutnya mengatakan juga bahwa selain nabi, mungkin ada yang dapat memperoleh pengetahuan isyraqi itu,meskipun derajatnya di bawah yang diperoleh para nabi yang berasal dari wahyu Tuhan. Hal ini mungkin terjadi pada orang-orang yang suci jiwanya.
Uraian Al-Kindi te ntang pengetahuan isyraqi tersebut di atas memberikan kesan bahwa menurutnya pengetahuan para nabi yang diperoleh dengan wahyu lebih meyakinkan kebenarannya daripada pengetahuan para filosof yang tidak berasal dari wahyu.
Metafisika
Sebagaimana telah disebutkan di muka, Al-Kindi mengatakan bahwa filsafat yang tertinggi martabatnya adalah filsafat pertama yang membicarakan tentang Causa Prima. Filsafat metafisika Al-Kindi
Halaman 108
ditulis dalam beberapa makalah, khususnya dalam dua makalah, yaitu tentang filsafat pertama dan tentang ke-Esa-an Tuhan dan berakhirnya alam. Dalam dua makalah ini Al-Kindi membahas dengan panjang lebar tentang hakikat tuhan dan sifat-sifat Tuhan.
Tentang hakikat tuhan, Al-Kindi mengatakan bahwa Tuhan adalah Wujud Yang Haq ( sebenarnya) yang tidak pernah tiada sebelumnya dan tidak akan pernah tiada selama-lamanya. Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak pernah didahului wujud yang lain, dan wujud-Nya tidak akan pernah berakhir serta tidak ada wujud lain melainkan dengan perantara-Nya.
Untuk membuktikan tentang wujud Tuhan, Al-Kndi berpijak pada adanya gerak, keanekaan, dan keteraturan alam sebagaimana argumentasi yang sering dikemukakan oleh filosof yunani.
Sehubungan dengan dalil gerak, Al-Kindi mengajukan pertanyaan sekaligus memberikan jawabanny dalam ungkapan berikut: mungkinkah sesuatu menjadi sebab adanya sendiri, ataukah hal itu tidak mungkin?jawabnya: Yang demikian itu tidak mungkin. Dengan demikian, alam ini adalah baru, ada permulaan dalam waktu; demikian pula alam ini ada akhirnya; oleh karenannya alam ini harus ada yang menciptakannya. Dari segi filsafat, argumen Al-Kindi itu sejalan dengan argumen aristoteles tentang Causa Prima dan penggerak pertama, penggerak yang tidak bergerak. Dari segi agama, argmen AL-Kindi itu sejalan dengan argumen IlmuKalam: alam berubah-ubah, semua yang berubah – ubah adalah baru, jadi alam adalah baru. Karena lam adalah baru, maka alam adalah ciptaan yang mengharuskan ada penciptanya, yang mencipta dari tiada (creatio ex nihilo).
Tentang dalil keanekaan alam wujud, Al-Kindi mengatakan bahwa tidak mungkin keanekaan alam wujud ini tanpa ada kesatuan, demikian pula sebaliknya tidak mungkin ada kesatuan tanpa keanekaan alam inderawi atau yang dapat dipandang sebagai inderawi. Karena dalam wujud semuanya mempunyai persamaan keanekaan ( keserbaragaman) dan kesatuan (keseragaman), maka sudah pasti hal ini terjadi karena ada sebab, bukan karena kebetulan; dan sebab ini bukan alam wujud yang mempunyai persamaan dan keserbaragaman dan keseragaman
Halaman 109
itu sendiri. Jika tidak demikian akan terjadi hubungan sebab akibat yang tidak berkesudahan, dan hal ini tidak mungkin terjadi. Oleh karenanya, sebab itu adalah diluar wujud itu sendiri, eksistensinya lebih tinggi, lebih mulia, dan lebih dulu adanya. Sebab ini, tidak lain adalah Tuhan.
Mengenai dalil keteraturan alam wujud sebagai bukti adanya Tuhan, Al-Kindi mengatakan bahwa keteraturan alaminderawi tidak mungkin terjadi kecuali dengan adanya zat yang tidak terlihat, dan zat yang tidak terlihat tidak mungkin diketahui adanya kecuali dengan adanya keteraturan dan bekas-bekas yang menunjukkan ada-Nya yang terdapat dalam alam ini. Argumen demikian inidisebut argumen teleologik yang pernah juga digunakan Aristoteles, tetapi juga bisa diperoleh dari ayat-ayat Al-Qur’an
Tentang sifat-sifat Tuhan, Al-Kindi Berpendirian seperti golongan Mu’tazilah, yang menonjolkan ke-Esa-an sebagai satu-satunya sifat Tuhan.
Etika
Dimuka telah disebutkan beberapa definisi filsafat yang disajikan Al-Kindi tanpa menyebutkan dari mana asalnya. Filsafat adalah upaya meladeni perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan manusia. Yang dimaksud dengan definisi ini ialah agar manusia memiliki keutamaan yang sempurna. Filsafat diberikan definisi juga sebagai latihan untuk mati. Yang dimaksud ialah mematikan hawa nafsu. Mematikan hawa nafsu adalah jalan untuk memperoleh keutamaan. Kenikmatan hidup lahiriah adalah keburukan. Bekerja untuk memperoleh kenikmatan lahiriah berarti meninggalkan penggunaan akal.
Pertanyaan yang dapat diajukan ialah bagaimana cara untuk menjadi manusia yang memiliki keutamaan yang sempurna itu. Bagaimana cara untuk mematikan hawa nafsu agar dapat mencapai keutamaan itu. Jawaban pertanyaan ini ialah : ketahuilah keutamaan itu dan bertingkah lakunya sesuai tuntutan keutamaan itu.
Al-Kindi berpendapat bahwa keutamaan manusiawi tidak lain adalah budi pekerti manusiawi yang terpuji. Keutamaan-keutamaan ini kemudian dibagi menjadi tiga bagian. Pertama merupakan asas dalam
Halaman 110
jiwa, tetapi bukan asas yang negatif, yaitu pengetahuan dan perbuatan (ilmu dan amal): bagian ini dibagi menjadi tiga pula, yaitu kebijaksanaan (hikmah), keberanian (sajaah), dan kesucian ( ‘iffah). Kebijaksanaan adalah keutamaan daya berpikir, yang dapat berupa kebijaksanaan teoritis dan kebijaksanaan praktis. Kebijaksanaan teoritis ialah mengetahui segala sesuatu yang bersifat universal secara hakiki; dan kebijaksanaan praktis ialah menggunakan kenyataan-kenyataan yang wajib dipergunakan. Keberanian merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang memandang ringan kepada kematian untuk mencapai dan menolak sesuatu yang memang harus diperoleh guna mendidik dan memelihara badan serta menahan diri dari yang tidak diperlukan untuk itu.
Keutamaan kejiwaan tiga macam itu merupakan benteng keutmaan pada umumnya yang menjadi batas yang memisahkan antara keutamaan dan kenistaan. Dengan kata lain, tiga macam keutamaan itu merupakan induk dari keutamaan-keutmaan lainnya. Oleh karenanya, berkelebihan atau berkurangan dari tiga macam keutamaan itu terhitung kenistaan. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa keutamaan itu ialah tengah-tengah antara dua ujung yang ekstrim,melampaui batas dan kurang dari semestinya; dan kenistaan adalah salah satu dari dua ujung itu,melampaui batas atau kurang dari semestinya. Kenistaan adalah keluar dari keadaan menengah, baik secara positif maupun negative.
Kedua,keutamaan-keutamaan manusia tidak terdapat dalam jiwa , tetapi merupakan hasil dan buah ari tiga macam keutamaan tersebut. Dan ketiga, hasil keadaan lurus tiga macam keutamaan itu tercermin dalam keadilan. Penistaan yang merupakan padannya adalah penganiayaan.
Dari uraian tersebut dapat diperoleh konklusi bahwa keutamaan-keutamaanmanusiawi terdapat dalam sifat-sifat kejiwaan dan dalam buah yang dihasilkan oleh sifat-sifat tersebut. Jika orang hidup memenuhi nilai-nilai keutamaan tersebut, niscaya hasilnya ia akan hidup bahagia. Selagi manusia dalam hidupnya selalu berusaha memperoleh kebahagiaan itu menjadi tujuan akhir hidup manusia maka orang yang ingin menikmati kebahagiaan haruslah berbekal keutamaan-keutamaan itu. Hanya saja perlu diketahui bahwa orang
Halaman 111
yang sanggup dalam keutamaan semacam itu amat sedikit, orang – orang istimewa yang sanggup menahan diriagar tetap dalam keadaan adil,tengah-tengah.
Kepada orang yang hidupnya diliputi rasa penderitaan dan kesusahan, Al-Kindi memberikan nasihat sebagai berikut : jika kita mempehatikan apa sebab timbul kesusahn pada kebanyakan orangakan kita jumpai bahwa sebabnya adalah karena orang kehilangan sesuatu yang dimilikinya atau karena tidak berhasil memperoleh sesuat yang ingin diperolehnya. Yang sifatnya adalah kebendaan.jika orang hidup menyandarkan kebahagiaannya kepada memiliki, menguasai dan memperoleh kekayaan kebendaan, maka orang itu telah menyimpang dari jalan yang benar.kebahagiaan sebenarnya terletak pada jiwa , tidak pada yang dimiliki oleh jiwa. Semua yang bersifat kebendaan wataknya dapat mengalami perubahan dan hilang. Orang yang berakal seharusnya tidak menyandarkan kebahagiaan hidupnya dengan yang berubahdan hilang itu. mungkin yang dirasakan paling indah di antara benda – benda yang mengalami berubah dan hilang itu adalah permata dan mutiara;padahal itu senua tidak lebih hanyalah batu-batan tanah dan kerang-kerangair.jika barang – barang itu didudukkan pada kedudukan yang hakiki,orang akan berpendapt bahwa barang – barang seperti itu tidak patutmenyebabkan kesusahan juga hilang.
Orang harus menahan diri dari sesuatu yang tidak dimilikinya. Melepaskan diri ntuk berkeinginan mengakibatkan tuntutan pemenuhan keinginanyang tidak pernah berhenti. Tetapi hal itu tidak berartimanusia harus mematikan keinginan sama sekali,melainkan orang harus membatasi-membatasi keinginan-keinginan kepada barang – barang yang memang diperlukan dalam hidupnya.
Socretes ketika ditanya mengapa ia tidak pernah kelihatan susah. Jawabannya: saya tidak memiliki sesuatuyang patut saya susahkan jika hilang.ditanya mengapa ia tidak pernah kelihatan merasa sengsara, padahal tidak pernah berbagai macam kenikmatan material dalam hidupnya. Jawabnya: saya tidak pernah merasa tidak memperoleh sesuatu yang memangtidak saya ingini.
Meletakkan materi pada proporsinya yang hakiki jika seseorang memiliki sesuatu yang tidak sangat menginginkan untuk memiliki
Halaman 112
sesuatu yang bbelum diperolehnya yang dapat menimbulkan rasa sengsara dan susah, itulah yang harus orang-orang berakal,lebih – lebih jika diingat bahwa alam materi adalah alam yang bertabiat musnah.
Atas dasar bahwa hidup manusia di dunia ini hanya untuk sementara waktu saja, maka orang yang berakal janganlah menambatkan kebahagiaannya kepada barang-barang yang bersifat material yang akhirnya pasti akan ditinggalkan juga.
Dunia kita adalah dunia fana. Di sana ada alam baka. Al-Kindi menyampaikan nasihat-nasihatnya sebagai berikut: jika kita mendambakan kebahagiaan yang hakiki, maka wajiblah kita memiliki permata-permata dan mutiara-mutiara alam baka itu. kita wajib memiliki kekayaan akaliah yang tidak akan mengalami kemusnahan, tidak binasa dan tidak dapat dirampas orang lain.di dalam pengetahuan terdapat kebahagiaan. Dalam berfikir dan merenung terdapat kegembiraan dan kenikmatan. Itulah hidup yang kekal. Katakanlah kepada orang yang suka menangis, yang pembawaan cengeng terhadap hal-hal yang menyusahkan, seharusnya ia menangisi orang yang mengabaikan kewajiban terhadap dirinta…kepada orang-orang jahil yangmenumpahkan perhatiannya untuk menikmati hidup duniawi, Al-Kindi berpesan : wahai si jahil, tidakkah kaumengetahui bahwa hidup di dunia iniibarat hanya sekejap mata saja, kemuduan kau akan mengalamia alam yang hakiki di mana kau kekal selama-lmanya? Orang yang berakaldalam menghadapi barang-barang material diibaratkan oleh Al-kindi sebagai raja yang mencapai puncak kebesarannya, tidak menemui orang yang dating dan tidak pula mengantar orang yang pergi.
Sungguh banyak sekali kata-kata mutiara Al-kindi yang mendorong orang untuk memperhatikan nasihat-nasihatnya yang bertumpu pada dua hal, yaitu qana’ah (lekas puas) dalammemperoleh hal-hal yang bersifat material dan thama’ (loba) dalam memperoleh hal-hal rasional. Kata-kata mutiaranya antara lain sebagai berikut :
Tentanglah hawa nafsu dan ikutilah kehendakmu
Kau tidak akan selamat dari hal yang kau benci hingga kau
Sanggup menahan diri dari banyak hal yang kau senangi dan kehendaki.
Halaman 113
Menelaah kitab-kitab filsafat merupakan kegemaran jiwa yang berpikir.
Jika orang merusak anggota badannya yang terbaik pasti
Ia dicela; anggota badan yang paling mulia adalah otak;
Darinya timbul rasa inderawi, gerak dan perbuatan-
Perbuatan mulia.orang yang meminum-minuman
keras berarti memasukkan kerusakan ke dalam otak mereka;
jika berturut-turut badan terkena mabuk,otak menjadi sakit,
badanmenjadi lemah dan jauh dari kemampuan yang dapat
menimbulkan inisiatif kegiatan-kegiatan kejiwaan yang kreatif[6].
T.J. De Boer menyimpulkan isi risalah Al-Kindi tentang upaya menghilangkan rasa kesusahan sebagai berikut :
Hakikatnya tidak ada kekekalan bagi sesuatu didunia ini, alam ada
Dan kerusakan, yang sewaktu – waktu dapat dicabut dari kekuasaan
Kita segala yang kita pandang maha, dan tiada ketetapan dan
Kekekalan kecuali dalam dunia akal. Jika kita menginginkan agar
Kita tetap senang dan iliki kita yang kekal dan yang amat kita
Senangi tidak akan dicabut dari kekuasaan kita, maka adalh menjadi
Kewajiban kita untuk menaruh perhatian kita kepada kebaikan-kebaikan
Rasional yang kekal dan takwa kepada Tuhan; juga hendaklah kita
Tekun menuntut ilmu dan beramal shaleh. Jika yang menjadi perhatian
Kita adalah mencari kekayaan duniawi yang material, dengan
Anggapan akan dapat memelihara kekekalannya, maka sesungguhnya
kita mengejar yang mustahil, yang hakikatnya tidak terdapat dalam wujud[7].
kesimpulan
Al-Kindi adalah filosuf Islam yang mula-mula secara sadar berupaya mempertemukan ajaran-ajaran islam dengan filsafat Yunani. Sebagai seorang filosuf, Al-Kindi amat percaya kepada kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi
Halaman 114
dalam waktu yang sama diakuinya pula keterbatasan akal untuk mencapai pengetahuan metafisis. Oleh karenannya menurut Al-Kindi diperlukan adanya nabi yang mengajarkan hal-hal di luar jangkauan akal manusia yang diperoleh dari wahyu Tuhan. Dengan demikian Al-Kindi tidak sependapat dengan para filosuf Yunanai dalam hal-hal yang dirasakan bertentangan dengan ajaran agama islam yang diyakininya. Misalnya mengenai kejadian alam berasl dari ciptaan Tuhan yang semula tiada, berbeda dengan pendapat aristoteles yang mengatakan bahwa alam tidak diciptakan dan bersifat abadi. Oleh karenanya Al-Kindi tidak termasuk filosuf yang dikritik Al-Ghazali dalam kitabnya Tahafut Al-Falasifah (kerancuan para filosuf).
Karangan-karangan Al-Kindi umumnya berupa makalah-makalah pendek dan dinilai kurang mendalam dibandingkan dengan tulisan-tulisan Al-Farabi. Namun sebagai filosuf perintis yang menempuh jalan bukan seperti para pemikir sebelumnya, maka nama Al-Kindi memperoleh cetak biru dan mendapat tempat yang istimewa di kalangan filosuf sezamannya dan sesudahnya. Tentu saja ahli-ahli piker kontemporer yang cinta kebenaran dan kebijaksanaan akan senantiasa merujuk kepadanya.
Halaman 115
Sumber:oleh Drs. H. A.Mustofa, 1999. Filsafat Islam. CV. Pustaka Setia: Bandung
[1] Ibnu Ndim, Al-Fihrits, Mesir,t.t.,halaman 372-9
[2] George N.Atiyeh,Al-Kindi,Rawalpindi, 1996, halaman 152-106
[3] Aliran Eklektisisme adalah suatu atau kepercayaan yang tidak mempergunakan atau mengikuti metode apapun tang ada, melainkan mengambil apa yang paling baik dari metoda-metoda filsafat.
[4] Mahmud,op cit, halaman 287
[5] Ibid, halaman 277.cf. majid Fakhry,A.History of Islmic Philosophy, New York, halaman 88-89.
[6] Mahmud.op cit, halaman 295-300
[7] T.J.De Boer, History of philosophy in Islam, terj.bhs.Arab oleh Abu Ridah, Cairo, 1957, halaman 184.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar